Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan bahwa perlu adanya kerja sama internasional untuk mengusut dugaan aliran dana lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke sejumlah negara jaringan terorisme. “Perlu ada beberapa kerja sama internasional yang harus dilakukan, terutama beberapa negara negara yang diduga menerima aliran dana itu,” kata Kepala BNPT Boy Rafli Amar selepas acara Presiden Lecturer, di Jakarta, Selasa (19/7/2022). “Seperti mungkin yang arahnya ke India, ke Turki, ini perlu kerja sama internasional untuk melakukan verifikasi,” ujarnya.
Verifikasi tersebut dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengungkap dugaan aliran dana tersebut. Adapun untuk mewujudkannya, sambung Boy, perlu kerja sama dengan otoritas terkait yang dilakukan dalam konteks kerja sama internasional tersebut. “Ini lah yang sedang kita jalankan. Jadi tentu kita akan sampaikan bersama sama hasilnya seperti apa, kepolisian, PPATK dan juga pihak dari BNPT,” kata Boy Rafli.
Untuk saat ini, sambung dia, BNPT belum bisa memastikan ke negara mana dugaan aliran dana ACT itu. Sebab hingga saat ini, BNPT masih berupaya melakukan komunikasi dengan otoritas terkait. “Jaringan sudah ada. Aelarsng komunikasi sedang berjalan. Prinsip tentu secepat cepatnya,” ucap Boy Rafli.
Diketahui, Staf Ahli Bidang Pencegahan BNPT, Suaib Tahir menanggapi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dugaan aliran dana dari Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kepada kelompok teroris Al Qaeda. Suaib mengaku BNPT telah menerima laporan dari PPATK, tapi masih melakukan pendalaman terkait dugaan aliran dana ACT kepada kelompok teroris ini. Pasalnya, menurut Suaib, semua informasi yang terkait dengan intelejen, sebelumnya harus dilakukan tahap pendalaman.
"Sudah diterima tetapi masih dalam status pendalaman. Jadi apapun informasi informasi yang terkait dengan intelejen, itu kita harus melakukan pendalaman." "Jadi untuk saat ini masih dalam tahap pendalaman sejauh mana gerakan gerakan itu terlibat dengan terorisme," kata Suaib dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (7/7/2022). Sebagaini informasi, PPATK mengungkap dugaan penyaluran dana dari CT kepada kelompok teroris Al Qaeda.
Aliran dana tersebut diketahui mengalir kepada anggota Al Qaeda yang pernah ditangkap oleh kepolisian Turki. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavanda. "Beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak yang masih diduga, patut diduga terindikasi pihak, yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al Qaeda," kata Ivan Yustiavanda.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat sejumlah data transaksi dari dan ke Indonesia yang terkait dengan ACT selama periode 2014 hingga Juli 2022. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menjelaskan sebanyak Rp64.946.453.925 atau Rp64,94 miliar dana masuk yang bersumber dari luar negeri. Sedangkan dana yang tercatat ke luar negeri sebanyak Rp52.947.467.313 atau Rp52,94 miliar.
Padahal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 setiap ormas yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran sumbangan diminta untuk mengenali pemberi (know your donor) dan mengenali penerima (know your beneficiary), serta melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel mengenai penerimaan bantuan kemanusiaan tersebut. Itu sebagai respons PPATK atas hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, dan teridentifikasinya beberapa kasus penyalahgunaan yayasan untuk sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme. Ivan mengatakan, PPATK berharap pihak yang melakukan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kemanusiaan tidak resisten memberikan ruang bagi pengawasan oleh pemerintah.
Karena aktivitas yang dilakukan oleh pihak penggalang dana dan donasi melibatkan masyarakat luas dan reputasi negara. ”PPATK menyatakan berkomitmen bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait termasuk Aparat Penegak Hukum (Apgakum) dan Kementerian Sosial selaku Pembina Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menyikapi permasalahan yang menarik perhatian masyarakat ini,” ucap Ivan. Ia mengatakan, menyumbang dan berbagi memang dianjurkan oleh seluruh ajaran agama.
Namun para donatur hendaknya tap waspada dalam memilih ke mana atau melalui lembaga apa sumbangan itu akan disalurkan. Dia juga mengimbau masyarakat, yakni para penyumbang agar lebih berhati hati karena sangat mungkin sumbangan yang disampaikan dapat disalahgunakan oknum untuk tujuan yang tidak baik. "Beberapa modus lain yang pernah ditemukan oleh PPATK di antaranya penghimpunan sumbangan melalui kotak amal yang terletak di kasir toko perbelanjaan, yang identitasnya kurang jelas dan belum dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya," ujar Ivan.
Kembali memblokir atau menghentikan sementara transaksi pada rekening yang dimiliki oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT). Jika sebelumnya rekening yang dibekukan berjumlah sekitar 60, kemarin jumlah PPATK kembali memblokir 300 rekening ACT yang tersebar di 41 penyedia jasa keuangan (PJK).
”PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi di 141 CIF (Customer Information File) pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki ACT,” kata Ivan. Ivan mengatakan, penghimpunan dan penyaluran bantuan harus dikelola dan dilakukan secara akuntabel serta dengan memitigasi segala risiko, baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan. Pihak ACT sendiri sebelumnya mengaku akan menyurati PPATK setelah 60 rekening mereka di 33 bank diblokir.
Presiden ACT, Ibnu Khajar mengaku belum mengetahui rekening mana saja yang diblokir. "Beberapa rekening informasinya diblokir, kami belum cek kepada tim keuangan kami, rekening mana saja yang diblokir pascapembersihan, dan berapa banyak yang sudah diblokir," kata Ibnu di Kantor ACT, Jakarta Selatan, Rabu (6/7/2022). Ia mengaku ACT masih memiliki sebagian dana tunai yang masih bisa disalurkan.
"Rekening rekening yang sudah ada di kami atau dana cash yang sudah kami dan bisa dicairkan, karena ini amanah, harus kami sampaikan," ujarnya. "Kami nggak ingin cacat amanah dalam menyalurkan amanah amanah dari masyarakat," sambungnya.Ibnu menegaskan pihaknya bakal menyurati PPATK untuk audiensi terkait pemblokiran rekening itu. "Jadi kami mungkin akan berkirim surat kepada PPATK, kami ingin audiensi, kemarin Kemensos Alhamdulillah suasananya enak, semoga nanti dengan PPATK juga kami ingin berkirim surat lah ke sana," ungkap Ibnu. PPATK melakukan pemblokiran terhadap rekening ACT karena berbagai alasan. Di antaranya karena adanya dugaan aliran dana ke kelompok teroris Al Qaeda.
"Beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu ada yang terkait dengan pihak yang masih diduga, patut diduga terindikasi pihak, yang bersangkutan pernah ditangkap, menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Al Qaeda," kata Ivan. Meski demikian, Ivan mengatakan, pihaknya perlu mendalami lebih detail soal dugaan aliran dana tersebut. Terkait temuan itu, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror mengaku tengah mendalaminya.
"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi transaksi tersebut," kata Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar saat dihubungi, Kamis (7/7). Aswin menyebut temuan PPATK soal transaksi atau aliran dana ke sejumlah negara beresiko tinggi yang merupakan tempat aktivitas terorisme sudah diserahkan kepada pihak Densus 88. "Data yang dikirim oleh PPATK bersifat penyampaian informasi kepada stakeholder terkait untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut," ucapnya. (*)